Perempuan..
Katanya lemah. Katanya hanya
bisa bersolek. Katanya hanya mempunyai tujuan untuk menggoda lawan jenisnya?
Apa benar begitu?
Ia adalah salah satu perempuan
yang berjumlah delapan belas di sekolah itu. Waktu berjalan cukup lama, dan ia
telah mempunyai beberapa teman penyambung kisahnya. Tapi tetap saja, ada ragu
yang ia sadari, dan menciptakan jarak dengan beberapa yang lain. Bukan untuk
membedakan, hanya membiarkan waktu yang menghapus jarak itu. Ahh.. lagi-lagi..
Suatu hari, ketika ia tidak
sedang dengan hati yang baik, seorang guru melihatnya, kemudian memintanya untuk
hadir di ruangannya. Ruangan yang hanya 2x2 meter itu disesaki oleh komputer
dan berbagai alat-alat yang menyertainya. Tak bisa dibilang bahwa semua alat di
sana bisa dipergunakan seluruhnya. Ia yakin, hanya separuhnya yang bisa
berfungsi dengan benar. Ada sebuah meja panjang yang di atasnya ada komputer
yang selalu menyala meskipun tak ada siapapun di dalam ruangan itu. Ialah otak
dari semua komputer yang ada di kelasnya.
Di ruangan itu, ia mendapati
gurunya tengah memeriksa catatan yang entah apa, dan seolah tak memperdulikan
ia masuk. Ia ketuk pintu agak keras agar ia diperhatikan. Berhasil. Ia pun
dipersilahkan masuk dan duduk.
Orang inilah yang harusnya
bertanggung jawab atas keberadaannya di sekolah itu. Orang itu yang mati-matian
membujuk untuk tidak mengambil berkas-berkas pendaftarannya.
“Gimana sekolah di sini? Enak?” tanya
guru itu tanpa melihat padanya.
Ia balas anggukan.
“Sudah punya teman banyak?”
sambung guru itu.
Ia mengangguk lagi.
Hening.
“Coba ikut kegiatan
ekstrakulikuler, deh. Biar temannya bertambah banyak lagi,,”
Keduanya terdiam.
“Kenapa, pak?”
“Kenapa apanya?”
“Kenapa saya harus punya teman
banyak?”
“Biar kamu seimbang,”
….
“Yang penting kamu nggak murung
dan bisa ke kantin kalau istirahat,”
Keduanya pun tersenyum.
Ia keluar dari ruangan tanpa
jendela itu dengan kepala dan otak yang tidak menyatu. Mungkin jika ditanya
berapa satu tambah satu waktu itu, ia tak akan bisa menjawabnya.
Ia mulai berjalan dengan
pandangan mata tidak hanya untuk mencari semut di jalan saja. Obrolan
teman-temannya tentang ekstrakulikuler pun ia perhatikan. Ia masih tak bisa
menentukan.
Sudah jalannya untuk terus berjalan maju, tidak hanya berjalan di tempat. Mungkin sekarang waktunya, batinnya.
Kemudian perjalanan perempuan
itu mulai mempunyai spektkrum-spektrum cahaya yang berwarna.
… (cont. Perempuan (tiga)) ^^
0 komentar:
Posting Komentar or Reply Comment