Alarm Hidung

Ini bukan kali pertamanya saya terbangun di tengah malam, namun ini pertama kalinya bagi saya untuk menulis blog di tengah malam dan diantara ketidaksadaranku.

Beberapa hari ini matahari tidak sempurna melakukan tugasnya. Ada beberapa awan yang sedang posesif pada matahari. Mereka tidak ingin matahari berbagi sinarnya pada manusia-manusia yang pandai mengeluh itu.

Alam sedang baik hati. Ia tidak mengirimkan hujan sebagai pengganti matahari. Ia hanya memberi ruang bagi manusia untuk mensyukuri apa yang ada di hadapannya. Hujan atau matahari bagiku sama saja. Hanya berupa hangat dan dingin yang membedakan, padahal inginnya mereka padaku sama. Menemani kesepianku.

Tak ada yang keberatan untuk itu.

Aahh.. Aku melupakan sesuatu. Hidungku.
Hidungku adalah alarm dalam tubuhku, ketika aku terlalu dekat dengan salah satunya. Tak percaya?? Hidungku akan memberikan sinyal yang sangat besar ketika aku sudah sangat dekat dengan dingin. Ia akan menggelitiki bagian-bagian vital dalam hidungku. Tak usah ditanya lagi, seberapa sering dan keras alarm itu berbunyi. Kalau aku tak beranjak dari sisi dingin, alarm itu akan berubah menjadi hutan tadah hujan. (oke, ini perumpaan yang aneh. Iyain aja, ya.. Tengah malam, nih) Ketika tak kuindahkan peringatan itu, alarm itu akanmembangunkan tsunami yang akan memporak-porandakan hutan tadah hujan.

Ketika aku terlalu dekat dengan hangat, hidungku juga akan mengirim tanda-tanda keengganannya. Ia akan mengering seperti tak pernah bertemu air selama berabad-abad.


Dan tengah malam ini, aku terbangun dengan bunyi alarm dan tsunami yang bertubi-tubi. Aku harus kembali pada hangat, tapi rupanya hangat masih belum ingin kembali padaku. Beginilah rasanya cinta yang bertepuk sebelah tangan. Terus menerus berharap, tanpa tau apakah harapan itu akan terwujud atau tidak.

Semoga esok pagi matahari tak enggan menemuiku.
Semoga ketika aku membuka mata esok hari, aku bisa melihat senyum malu-malu darinya.
 Semoga.... :)