Judul : Sebelum Cahaya
Pengarang : Karla M. Nashar
Penerbit : Gagas Media
Tahun : 2008
Tebal : 208 halaman
Ku teringat hati, yang bertabur mimpi
Kemana kau pergi, cinta
Perjalanan sunyi, yang kau tempuh sendiri
Kuatkanlah hati, cinta...
Ingatkah engkau kepada embun pagi bersahaja
yang menemanimu sebelum cahaya
Ingatkah engkau kepada angin yang berhembus mesra
yang kan membelaimu, cinta
Kekuatan hati, yang bertabur mimpi
Genggamlah tanganku, cinta
Ku tak akan pergi, meninggalkanmu sendiri
Temani hatimu, cinta...
Lirik lagu yang manis itu menjadi pembuka novel yang manis itu pula. Novel kedua yang bisa kubeli sendiri. Biasanya aku hanya membaca dari hasil meminjam perpustakaan dan teman-teman.
Aku bukan orang yang sering dan mampu untuk membeli banyak buku. Karena itu, aku hanya membeli buku yang memang benar-benar ku inginkan. Alasa utama mengapa aku ingin membelinya adalah aku suka lagunya, aku suka orang-orang di balik lagu itu. Iya. Aku adalah salah satu penggemar Letto. :) Band asal Jogja yang entahlah, kenapa mereka mempunyai begitu banyak padanan kata yang manis dan indah.
Ketika membacanya, aku terhanyut. Enggar dan Mariena begitu berputar-putar dalam benakku setiap waktu. Alur cerita dan settingnya biasa saja, tentang sepasang kekasih yang dipisahkan oleh keadaan, tapi ketika membaca segalanya terasa tidak biasa.
Enggar adalah lelaki yang sangat keras kepala dan ia kehilangan cahaya dalam kehidupannya. Sedangkan Mariena adalah perempuan yang sangat lembut dan sangat mencintai kehidupannya.
Aku tersenyum ketika Enggar berjumpa pertama kali dengan Mariena. Aku ikut gemas ketika tiba-tiba ada katak dari dalam tas Mariena. Aku ingin muntah ketika membayangkan ada telur ayam yang hendak menetas tapi malah digoreng, dan itu ada di kotak bekal di tas Mariena. Aku tertawa ketika Mariena mau saja menerima tawaran Enggar untuk menjadi budaknya agar tak dijahilinya. Aku turut tersipu malu ketika Enggar diam-diam memakan kue coklat dan kue keju yang dibuat oleh Mariena dan ketahuan olehnya. Aku bisa merasakan anehnya rasa nasi goreng terasi yang dingin. Aku menangis ketika Mariena kehilangan Ayah dan Ibunya, dan Enggar kehilangan ayahnya. Bahkan aku juga bisa merasakan kehilangan spektrum-spektrum cahaya dalam duniaku.
Karla M. Nashar begitu jenius mempermainkan perasaan pembaca.
Lagu Sebelum Cahaya dan novel Sebelum Cahaya, membuatku mulai berubah. Bahwa ada keindahan dalam kata-kata. Aku yang mulai belajar menulis, mulai suka menggunakan kata-kata yang kata orang puitis. Aku mulai lagi untuk membaca kamus. Masih banyak kata yang berterbangan di luar sana. Sejak saat itu aku bertekad untuk mencarinya.
Mungkin kini, padanan kataku semakin kaya. Mungkin juga aku masih belum bisa sempurna menggunakannya. Mungkin pula aku masih tidak bisa konsisten dengan apa yang aku sukai, termasuk dalam hal menulis. Tetapi aku selalu percaya, menulis pun adalah sebuah proses. Proses untuk mengetahui bagaimana diri kita yang sebenarnya. Begitu pun dengan membaca. Aku sangat percaya, bahwa aku adalah apa yang aku baca. Aku bersyukur menjadi salah satu pembaca novel ini. Aku tidak harus menjadi buta untuk bisa merasakan kehilangan penglihatanku. Dan novel ini mampu membuatku berempati kepada tuna rungu di luar sana.
"novel ini tidak sekedar menceritakan tentang bagaimana melihat cahaya, namun merasakan dan memahaminya sebagai sebuah spirit kehidupan. Siapapun atau apapun itu, sesungguhnya dapat kita jadikan cahaya hidup kita" (Noe, vokalis Letto)
Iya, dan bagiku, novel ini adalah salah satu cahaya dalam kehidupanku. :)
Silahkan membacanya.. ^^
0 komentar:
Posting Komentar or Reply Comment