Terlambat itu, bukan hanya masalah waktu, tetapi juga tentang fikir.
Malam takbiran Idul Adha kemarin, seorang teman semasa STM mengabarkan akan datang ke rumah. Aku mengiyakan. Aku tahu, mereka tak akan rela hanya mampir ke rumahku yang notabene jauh banget dari rumah mereka, tanpa ada maksud tertentu. Sepasang, mau apalagi kalau bukan mengantarkan undangan. Musim kawin, katanya.
Malam itu juga, akun twitter alumni SMP juga sedang membahas tentang kisah-kisah cinta jaman itu. Mereka memberi tanda #SuratCintaSMP di setiap tweet bahasan itu. Manis.
Kedua hal itu, memaksaku untuk mengingat masa-masa merah muda masa lalu. Ahh. Aku senyum-senyum sendiri.
Dan akhirnya aku menemukan hal yang aku pikir aku tak melalui hal yang sama dengan teman-temanku yang lain. Boleh dibilang aku selalu terlambat dalam segala hal berbau merah muda itu. Dimulai dari SD, ketika teman-teman sebayaku mulai tertarik dengan lawan jenis, aku masih sangat tertarik dengan Doraemon, Digimon, Pokemon, Mickey Mouse, Chibi Maruko, Ninja Hatori, dan berbagai kartun-kartun yang ada di televisi lainnya. Ketika teman-temanku sibuk mencari pergaulan lain di luar sekolah, aku masih sibuk dengan buku-buku agar diakui di keluargaku. Ahh.. aku rindu masa-masa naïf waktu itu.
Terlambat. Aku mengakui tertarik dengan lelaki, ketika kami sudah tidak bisa bertemu lagi. Kami hanya saling mengenal dalam waktu singkat. Tidak dekat. Tetapi cukup memberiku satu perbendaharaan lelaki yang tak pernah ku tahu ada orang dengan watak seperti itu.
Masuk SMP, aku mulai sibuk sendiri dengan “jati diri”. Aku mencari-cari mereka dengan segala cara, termasuk lautan buku-buku yang tiap hari ada di tempat tidurku. Pada masa itu, remajaku mulai merasuki hari-hari. Sudah mulai mengetahui ada fase di mana sewaktu-waktu ada kupu-kupu yang hilir mudik di perut ketika melihat seorang lelaki. Tetapi aku belum merasakannya pada manusia normal. Aku malah merasakannya pada Batistuta, Beckham, Owen, Aimar, Gerrard, Martin Ricca (Pedro), Vic Zhou, Jang Dong Gun, Hideaki Takizawa, dan buanyak lagi lelaki-lelaki yang sebenarnya tidak nyata itu. Masa-masa SMPku habis oleh mereka.
Kenapa harus terburu-buru kalau bisa membiarkannya berjalan dengan normal?
Aku sekolah di STM, dan harus melakukan adaptasi yang luar biasa. Bukan karena bersekolah di sekolah mayoritas lelaki, tetapi kultur kami yang sangat berbeda jauh. Sekolahku itu cukup terpandang di Malang, ahh mungkin bahkan di Jawa Timur. Tak aneh kalau orang-orang yang sekolah di sana datang dari berbagai penjuru daerah. Aku yang selama ini hanya tahu tentang Kota Batu pun terpaksa melakukan perubahan terhadap beberapa tingkah lakuku. Karena belum terbiasa dengan kultur yang berbeda-beda itulah, aku secara reflek memberi jarak pada pergaulan. Meminimalisir berbicara salah satu caraku untuk lebih banyak melihat.
Satu bulan berada di sana, teman-teman perempuanku yang jumlahnya hanya sekitar 3 persen itu, sudah mulai berpasang-pasangan. Kalaupun belum berpasangan, pasti sudah ada “dim-dim’an”. Aku? Karena takut dosa, aku ikut beberapa ekskul yang dilabeli “wajib bagi perempuan”. Aku sibuk mengikuti diklat A, B, C, D, dan E sampai-sampai tak ingat ada di mana.
Beberapa teman yang akhirnya dekat denganku mencoba mendekatkanku dengan seseorang, tanpa mengenalkannya padaku. Sebut saja ia Kotaro Minami. Mereka melakukan trik umum, tetapi aku sama sekali tidak tertarik padanya. Karena aku hanya tau nama, tanpa tau wujudnya. Aku terus menyangkal mereka. Ketika aku sudah mengetahui rupanya, aku dihadapkan lagi dengan usaha teman-temanku mendekatkan dengan orang lain. Padahal pada waktu itu, aku sudah mulai menyondongkan diri ke arah Kotaro. Tapi aku malah menerima orang lain. Tapi hubungan kami tak berlangsung lama. Karena lagi-lagi terlambat. Aku terlambat menyadari bahwa kami sudah bersama. Iya, semuanya berlangsung sangat singkat, aku membutuhkan banyak waktu untuk beradaptasi dengan banyak hal. Aku masih harus merubah arah condongku. Tapi, tak ada yang bersabar di sana. Dan berakhirlah kami.
Satu tahun berjalan dengan sangat lambat. Banyak mata yang memandangku dengan mata yang memicing. Aku heran. Kenapa tak bisa seperti teman-temanku yang lain? Mudah saja mereka melompat dari satu hati ke hati yang lain. Aku sadar, aku terlalu terlambat menyadari banyak hal. Aku terlalu suka berada di dalam zona yang nyaman.
Arah condongku masih belum berubah dan aku bermasalah dengan itu. Kalau saja semua, termasuk aku, bersabar, arahnya pasti berubah. Tetapi sudah terlambat.
Aku biarkan waktu berjalan seperti kemauannya. Aku juga biarkan hatiku berjalan sesuka hatinya. Aku juga tetap membiarkan Kotaro berdiri di sana. Sampai aku menemukan orang baru. Aku pikir aku tidak terlambat dalam hal apapun. Ternyata salah. Ia dibaluti rasa ragu. Dan aku tak menyadari hal itu. Ketika kami berpisah-lah yang membuka begitu banyak keraguan yang terus ia tutupi. Aku melihatnya sendiri. Dan kemudian menyesal. Entah kenapa tak pernah kucoba untuk melihatnya pada waktu kita masih bersama. Aku terlambat lagi.
Bahkan ketika kemudian jarak pun turut memisahkan kami, ada sedikit keyakinan kembalinya kami. Tapi aku terus menundanya. Takut? Iya. Dan ketakutanku berujung sendiri. Aku terlambat menyadari bahwa keinginan kita sebenarnya sama. Dan tekad lemah kita pun sama. Saling menunggu satu sama lain. Terlambatku yang mungkin dianggap tak bergemingku olehnya, membuat ia akhirnya berlabuh kepada orang yang meraih dan menarik tangannya. Bukan aku.
Dua tahun berjalan setelah itu, aku mulai berjalan dengan bernahkoda mimpi. Kisah setelahnya pun sama. Aku terlambat menyadari kenyamanannya bersama orang lain. Selingkuh? Entahlah. Mungkin ia menemukan apa yang ia inginkan padanya, dan tak kupunya. Aku terlambat mempersiapkan parasut. Padahal aku tahu aka nada hal seperti ini.
Kini aku sedang tidak condong ke manapun. Mungkin sedikit ke arah Kotaro. Tapi biarlah. Aku tak mau memikirkannya.
Berarti nggak terlambat lagi dong?? | Siapa bilang? Aku masih banyak terlambat.
Aku terlambat menyelesaikan skripsi! :((
Dan lagi tahu apa? Dari 3 persen teman-temanku di STM, tinggal 4 orang yang belum hijrah ke “dunia” baru. 2 orang sudah berpasangan dan sedang menunggu hari H. Diantara mereka yang sudah hijrah tersebut, banyak yang sudah menimang anak, bahkan ada yang sudah berjumlah 2.
Selama perjalanan hidup aku sudah cukup banyak mengalami keterlambatan. Ahh.. Kadang-kadang menyesal juga, kenapa harus banyak terlambat?
Kadang juga, untuk menghibur diri, aku mengatakan bahwa aku tidak terlambat, aku hanya memikirkan berbagai macam hal sebelum aku bertindak. Aku hanya berhati-hati.
Meskipun aku banyak terlambat, yang aku tahu pasti, suatu saat aku pasti akan mempunyai masa-masa yang indah dan menikmatinya sebagai hadiah atas ketidakterlambatanku, kelak. Ya! Bisa Jadi begitu!
Tugasku sekarang tinggal berjalan sesuai irama detak mimpi dan harapan yang ada di depanku. ^^
0 komentar:
Posting Komentar or Reply Comment