Jangan tanya aku, apa yang aku rasakan saat ini!! Bodoh sekali lagi ketika aku bukannya berusaha meninggalkan jejak rekam yang baik tapi malah meninggalkan ruang yang tak bisa kutinggali. Kekasih yang membuatku beruntung, tenang, percaya, aman, dan semua bentuk kasih lain, malah berlalu begitu saja. Bersama-sama memintal yang berbeda agar bisa menjadi satu lembar kesamaan. Aku fikir itu keabadian, nyatanya semu sesemu-semunya. Aku kira dua dari kita adalah satu, nyatanya terlalu banyak pohon faktor di dalamnya.
Tapi jangan sekali-kali bilang aku bodoh!! Aku bukan bodoh,
tapi mungkin sedikit gila. Aku dan Tirta memulai perjalanan kita dengan tidak normal. Hanya karena sebuah naskah drama, kita menjadi sepasang kekasih. Drama yang kusimpan baik-baik di dasar normalku. Perjalanan kita tak pernah bisa dikatakan normal. Mungkin yang normal dari status kita hanyalah selalu ada jadwal kita untuk bergandengan tangan. Paling tidak, orang akan menganggap kita adalah pasangan yang normal.
Sekali lagi jangan mengumpat aku bodoh!!! Aku tidak bodoh!! Aku hanya menyayanginya. Sekalipun aku tak pernah meletakkannya di logikaku, karena di sana ia pasti hanya akan sementara. Ia sudah tinggal dan bermukim dengan seenaknya di dasar fikirku. Aku tak sanggup mengusirnya dari singgasananya itu. Aku malah lebih ingin bersanding di sampingnya selamanya.
Aku tahu nama kita yang tertulis bersama ini tak akan berlangsung lama. Bahkan ini terlalu lama. Kalian pasti tahu, semua yang terlalu itu buruk. Termasuk rasa semu ini. Terlalu itu sedikit membawa harapan yang merangsek naik ke rona malu-malu. Dan ironis! Aku merasa tersambut baik oleh tingkahnya. Bodoh!! Aku pasti berusaha menghalau rasa kampret itu!! Coba rasakan sendiri, di satu sisi kamu berusaha menolak semua rasa yang mulai merangkak ke ulu hatimu, tapi di sisi lain, ada orang yang sengaja memberimu semacam obat pencahar yang mempercepat jalannya rasa itu sampai ke ulu hati. Kamu mau apa? Mati-matian menolaknya? Rasa sakitnya berlipat-lipat pasti. Mau?
Dan itulah aku. Salahku sendiri mencoba main-main dengan hatiku. Sudah tau berongga malah sok-sokan ingin menutupnya segala. Padahal harusnya aku biarkan saja rongga itu, karna nanti pasti akan ada penutupnya sendiri. Bodoh! Bodoh! Bodoh! Dan benar saja, saat Tirta meninggalkanku seperti sekarang, rongga itu semakin menganga. Tanpa kata, ia meninggalkan jadwal bergandengan tangan kita. Sehari, seminggu, sebulan, aku terus menunggu sapanya, ternyata memang sudah tak ada. Ahhh.. di saat aku merasa semuanya baik-baik saja, nyatanya semua sirna. Di saat aku merasa dunia begitu indah, nyatanya hanya fatamorgana.
Jangan fikir aku tak protes! Aku mempertanyakan semuanya pada hatinya. Kalian tahu apa jawabnya? “Dunia sudah menjadi kebalikan kita!!” Aku mengumpat!! Dasar kampret!! Semua alasan harusnya sanggup membuatku membencinya. Kamprett sekampret-kampretnya!!
Belum genap hatiku menahan pilu, aku harus tahu bahwa piluku sia-sia. Ada tangan lain yang masuk jadwal gandeng tangannya. Aku tahu itu bukan hanya drama. Itu cinta!! Kampret!! Wanita itu begitu beruntung. Tak hanya mendapatkan hati Tirta, ia juga mendapatkan cinta dan semua tentang Tirta. Aku tahu mereka berdua saling cinta. Aku sudah menjadi kebalikan mereka.
Percuma aku mengumpat, karena itu tak akan mengubah apapun. Di setiap eranganku, tak mungkin Tirta akan berbalik padaku kembali. Rasa yang dulu pernah digadang-gadang Tirta, hanya sekedar pemanis hati sampai aku mau menerimanya. Hanya sebatas itu, sisanya aku tak pernah mendapatkan sejumput kasih pun darinya. Seketika itu aku ingin menghasut badai biar ia datang menghancurkan hubungan kampret mereka. Mereka benar-benar tak sadar, bahwa ada kesakitan yang teramat sangat diatas kasih mereka. Biar Tirta sadar, dia adalah aktor luar biasa. Penonton pasti akan bersorak sorai karena aktingnya! Hah! Aku akan menjadi penonton itu! Pasti! Selamat Datang Kebahagiaan.......
Frau – Mesin Penenun Hujan
^^
0 komentar:
Posting Komentar or Reply Comment